Adakan Acara Hari Wafatnya Raden Saleh, DKKB Dorong Hari Seni Rupa Indonesia

TN.BOGOR l — Dewan Kesenian Kabupaten Bogor (DKKB), melalui Komite Seni Rupa yang dikoordinasikan oleh Marwan, mengadakan diskusi terkait memperingati wafatnya seniman besar Raden Saleh, Sabtu (23/4/2022).

Giat yang dilakukan di Cikindo Art Gallery Parung Bogor ini bekerjasama dengan komunitas Parung Seni Kita (PSK), dan Kelompok Geraknya. Sementara pematerinya ada Haryo Pug Warudju seorang akademisi, dan melibatkan kurator seni Vukar Lodak.

Marwan ketika ditanga terkait giat tersebut mengatakan bahwa finisihing giat ini adalah melakukan pameran lukisan bersama, pagelaran seni, dan juga mendorong hari wafatnya Raden Saleh sebagai hari Seni Rupa Indonesia.

“Ini memang tidak mudah, tetapi kita harus terus mengupayakan,” kata Marwan.

Sementara Pug Waruju dalam paparannya menjelaskan bahwa Kelompok Gerak memiliki orentasi Historyan, sehingga ruang produktifnya adalah bagaimana menggali history para pelaku seni (rupa), untuk dapat diapresiasi menjadi bentuk study dan juga pengembangan pola karya.

“Meski begitu, tidak harus karya itu seperti Raden Saleh, karena memang beda masa beda perkembangan. Yang utama adalah sporit dari Raden Saleh tertuang dalam setiap goresan karya tersebut,” jelas Pug.

Vukar Lodak, Kurator Seni berbicara tentang Raden Saleh.

Sementara Vukar Lodak melihat, Raden Saleh adalah kesempurnaan dari sebuah proses. Ia memiliki fase dan lingkungan yang mampu ia tangkap menjadi pribadi seni yang mumpuni. Brand telah ia cipta, dimana seorang pribumi dari negeri jajahan (Hindia Belanda), mampu mencipta mensejajarkan dirinya menjadi seniman kelas dunia.

“Saya sendiri awalnya agak heran, bagaiman seorang Raden Saleh mampu beradaptasi dalam proses berkarya kolonial yang begitu kental. Tetapi ketika saya telusuri silsilahnya, beliau bukan hanya berdarah bitu, tetapi juga ada DNA Asia Timur yang garisnya ke Husein cucu Nabi Muhammad. Jadi adaptasi perpaduan proses berkaryanya ini menjadi tidak aneh lagi,” terang Vukar.

Lebih jauh Vukar menjelaskan, 25 tahun Raden Saleh di Eropa, telah mampu meningkatkan citra dirinya sebagai seniman yang sangat mapan dari berbagai hal. Tetapi ketika ia kembali ke Hindia Belanda, jiwanya tepukul oleh keadaan. Karena kemegahan kaum kolonial adalah kesengsaraan para pribumi, yang notabenenya adalah saudara satu ibu pertiwi. Tepuk tangannya kaum kolonial, adalah isak tangis dari keadaan pribumi.

Raden Saleh meradang, dan tidak menerima keadaan. Maka lahirlah karya-karya seperti Berburu Banteng, sebagai sindiran dari keadaan. Dan yang sangat fenomenal adalah Penangkapan Pangeran Diponegoro.

“Saat Raden Saleh mendapat beasiswi ke Eropa, usianya masih 14 tahun. Ia belum memahami dan mengerti seutuhnya kondisi negerinya. Begitu balik ke negerinya, ia tercengang melihat keadaan sebenarnya…” cerita Vukar.

Acara yang dipandu oleh Putra Gara yang juga Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bogor ini dimulai dari jam 15.00 – dan berakhir menjelang magrib, lalu dilanjut buka puasa bersama.*** (Rizki)

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/ atau berita tersebut di atas, Silahkan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com