Menu

Mode Gelap

NASIONAL

Bagaimana Narasi Diciptakan Dalam Konflik Israel-Palestina

LOGOS TNbadge-check


					Bagaimana Narasi Diciptakan Dalam Konflik Israel-Palestina Perbesar

by Layla Azwa Nur Dzikri, Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Konflik Israel-Palestina merupakan konflik berkepanjangan yang dimulai jauh lebih duludari yang orang kira. Penyerangan pada 7 Oktober, 2023 mengangkat kembali perhatian duniabahkan lebih besar dari sebelumnya. Dengan meningkatnya globalisasi peran media menjadipenting dalam penyampaian informasi.

Akan tetapi, tidak semua media dapat menyampaikaninformasi dengan akurat. Campur tangan negara besar seperti Amerika Serikat dalam prosespenyelesaian konflik dapat memperumit keadaan.

Negara seperti AS memiliki kemampuan untukmembangun narasi melalui media tentang konflik Israel-Palestina.

Namun negara-negara baratcenderung memiliki persepsi yang terdistorsi, berdasarkan stereotip yang keliru dan berujungpada penggambaran yang buruk terhadap Timur Tengah, Arab dan Islam. Kejadian ini yangdisebut Edward Said, seorang akademisi Palestina, sebagai Orientalisme.

Negara-negara barat,dengan pandangan orientalis, memiliki kekuatan untuk membangun narasi dan mempengaruhicara media memberitakan konflik Israel-Palestina dimana, penggabaran yang keliru akansemakin memperlambat proses penyelesaian konflik.

Partisipasi AS dalam proses penyelesaian masalah justru semakin memperlambatpenyelesaian konflik.

Pada awal Januari, Israel dan Hamas sudah menyetujui perjanjian yangmembahas rencana gencatan senjata. Dalam perjanjian tersebut dikatakan bahwa pada tanggal 1Maret, Israel akan menarik seluruh armada militer dari Gaza dan berkomitmen untukmenghentikan perang secara permanen.

Namun yang terjadi adalah Amerika, dibawahkepemimpinan Trump, membawa perjanjian baru yang tidak memastikan adanya penarikanmiliter Israel secara penuh dari tanah Palestina. Oleh sebab itu, perjainjian kali ini ditolak olehHamas yang kemudian enggan mengembalikan tahanan.

Akibatnya Israel kembali menyerang, melanggar perjanjian gencatan senjata AS, dengan pandangan yang orientalis, menyalahkan Hamas atas penyerangan Israel.

Merespon dari penolakan perjanjian, Amerika menuduh Hamas membuat tuntutan yang “sangattidak praktikal”. Padahal, Hamas hanya mempermasalahkan poin-poin perjanjian yangmenguntungkan Israel dan merugikan Palestina.

Pertama, proposal tidak mencantumkangencatan senjata secara permanen atau rencana menyeluruh untuk kemunduran Israel dari Gaza,kemudian, tidak ada ijin untuk perpindahan sipil secara bebas dari selatan Gaza ke Utara.

Selainitu, proposal ini juga memberikan Israel kontrol atas pelintasan perbatasan Rafah dan koridorPhiladelphia sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.

Dapat dilihat bahwa perjanjian kali ini hanyamenguntungkan Netanyahu dan Israel tetapi, AS tetap menuduh Hamas sulit untuk diajak kerjasama. Bahkan, utusan presiden dari AS menuduh hamas atas “manipulasi dan perangpsikologis”.

AS mengatakan bahwa proposal tersebut merupakan usaha pemerintahan Trumpuntuk menyediakan lebih banyak waktu negosiasi dan menghindari kelanjutan perang. Walaupunkenyataanya, Israel sendirilah yang melanggar perjanjian tersebut dan kembali memulai perang.

Perilaku AS sesuai dengan penjelasan Edward Said tentang sikap orientalis negara-negarabarat terutama di masa modern.

Dalam orientalisme, intervensi barat dan konsekuensinyaterhadap pengetahuan ataupun penduduk asli tidak dapat ditolak. Dalam bentuk institusi formalmereka bertugas sebagai agen pengontrol ungkapan dan implementasi kebijakan, pengontrolrealita, bahasa, dan pemikiran dunia.

Campur tangan AS tidak dapat dihentikan oleh Hamas atauPalestina, begitupun dampaknya. Kejadian ini bukanlah suatu hal yang baru, AS memilikisejarah panjang dalam konflik Israel-Palestina.

Hal ini memberikan kesan bahwa negara-negaradi Timur Tengah tidak mampu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Menurut Edward Said,itulah narasi yang dibangun oleh negara barat.

Negara Arab dan Timur Tengah digambarkansebagai dunia yang takut akan peradaban yang lebih superior, perjuangan mereka bukan karenakeinginan untuk kemerdekaan, kemandirian politik, atau budaya tetapi, kejahatan dan dendamsehingga, membutuhkan pencerahan dari barat.

Itulah mengapa, AS dapat dengan mudahmeremehkan permintaan Hamas bahkan menyebutnya tidak praktikal.

Menurut AS perjuanganHamas bukanlah perjuangan untuk kemerdekaan tetapi upaya penghancuran dan kekerasan.

Kenyataanya, narasi tersebut dibangun untuk mempertahankan kekuasaan dan dominasi. Media, dibawah kontrol pemerintah, juga memiliki andil dalam penggambaran narasiyang keliru. Dalam pemberitaan, Hamas seringkali disebut sebagai kelompok terror.

Di tambahlagi, militer Israel mengatakan kepada CNN bahwa Perdana Menteri yang dikontrol Hamaspenuh akan “inkonsistensi dan determinasi palsu”, ironisnya, pemerintah Israel tidakmembolehkan satu pun jurnalis untuk masuk ke Gaza secara independen.

Artinya, ada upaya daripemerintah Israel untuk mengontrol media dan menciptakan gambaran tertentu terhadap Hamasyang akibatnya, menghalangi informasi seperti perjuangan, korban jiwa, kekerasan, dan lainnyauntuk dapat diliput.

Dalam orientalisme, pemerintahan oriental memang sering dianggappemerintahan yang primitif dan harus di tahan untuk kebaikan sendiri.

AS dan Israelmenggunakan media untuk membangun citra negatif dari pemerintahan Hamas sehingga, segalabentuk keputusan dan aksi dianggap merugikan dan membahayakanCampur tangan AS dan upaya Israel dalam membangun narasi kejamnya Hamasmengalihkan fokus dari masalah utama yaitu menghentikan perang.

Di saat penduduk globalsibuk membahas siapa yang paling salah, siapa yang memiliki lebih banyak tahanan perang, tiaphari korban jiwa semakin bertambah akibat perang. Kenyataannya, lebih dari 50,000 rakyatPalestina terbunuh di Gaza dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terus terjadi.

Selamanegara kuat seperti AS terus ikut campur dalam proses penyelesaian konflik, yang sebenarnyahanya memperkeruh keadaan sebab pandangan orientalis yang dibawa akan selalu merugikanPalestina, konflik Israel-Palestina tidak akan selesai.

Tindakan Israel berupa penyerangankembali terhadap Palestina dan melanggar perjanjian gencatan senjata membuktikan bahwa dariawal tujuannya bukanlah untuk menghentikan perang.

Namun, kenyataan ini dapat denganmudah diubah dan terdistorsi selama negara-negara barat dan orientalisme terus mengontrol media.

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

BRI KC Pancoran Penetrasi Mesin EDC ke Merchant

12 Desember 2025 - 15:22

PLN Terus Kebut Siang Malam Perbaiki Jalur Listrik Langsa-Pangkalan Brandan, Penopang Pemulihan Kelistrikan Aceh

12 Desember 2025 - 10:38

Menko PM Muhaimin Iskandar Resmikan Groundbreaking Pembangunan Ulang Ponpes Al Khoziny

12 Desember 2025 - 08:22

Menko PM Muhaimin Iskandar Resmikan Groundbreaking Pembangunan Ulang Ponpes Al Khoziny

BRI Bogor Dewi Sartika Salurkan TJSL di Beberapa Titik

9 Desember 2025 - 19:38