Ketiga, pengobatan segera hingga sembuh bagi setiap orang yang terinfeksi meski tanpa gejala (asymptomatic). Hal ini karena setiap penyakit dapat disembuhkan, sebagaimana tutur lisan yang mulia Rasulullah SAW yang artinya, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.” Di samping itu, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Keempat, social distancing. Yakni orang yang sehat di areal wabah hendaklah menghindari kerumunan. Hal ini sebagaimana masukan sahabat ‘Amru bin Ash (ra.), yang dibenarkan Khalifah Umar bin Khaththab (ra.). Sebab wabah ibarat api. Kuman yang penularannya antarmanusia akan menjadikan kerumunan manusia sebagai sarana penularan, begitu juga sebaliknya.
Kelima, penguatan imunitas (daya tahan) tubuh. Mereka yang sehat tetapi berada di areal wabah lebih berisiko terinfeksi. Kondisi kuman di areal wabah relatif tinggi, sementara ia dan kondisi imunitas adalah penentu terjadinya infeksi, di samping port de entry (portal keluar masuk kuman). Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan, artinya, “Yang menentukan kadar (masing-masing) ciptaan-Nya.” (TQS Al A’la [87] :3). Caranya adalah dengan menjaga pola hidup sehat sesuai syariat. Hal ini jelas membutuhkan jaminan langsung negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, bahkan masker yang sesuai standar kesehatan.