SURABAYA, transnews.co.id – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mengungkap praktik penyebaran konten pornografi yang dilakukan melalui sebuah grup Facebook bernama Gay Khusus Surabaya.
Dalam pengungkapan ini, dua pria asal Surabaya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dijebloskan ke sel tahanan.
Dua pelaku tersebut berinisial MFK (34), warga Dupak Magersari, dan GR (36), warga Pakis. MFK diketahui sebagai pendiri sekaligus admin grup, sedangkan GR merupakan anggota aktif yang turut menyebarkan materi pornografi kepada ribuan anggota grup.

“Grup ini dibuat pada 14 Maret 2021 oleh saudara MFK. Awalnya diklaim sebagai ruang komunikasi dan perkenalan bagi komunitas tertentu, namun dalam praktiknya, grup ini justru digunakan untuk menyebarluaskan konten bermuatan asusila,” ujar Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Wahyu Hidayat, dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (16/6/2025).
Menurut Wahyu, grup yang kini sudah dibubarkan oleh pihak Meta tersebut sempat memiliki lebih dari 4.500 anggota, sebagian besar berasal dari wilayah Surabaya dan sekitarnya.
Polisi menyebut bahwa selain sebagai ajang pencarian pasangan sesama jenis, grup ini menjadi sarang pertukaran foto dan video berunsur pornografi.
Dari hasil penyelidikan, Unit Siber Satreskrim berhasil mengamankan sejumlah barang bukti penting, termasuk dua unit ponsel milik tersangka, tangkapan layar isi percakapan dalam grup, hingga riwayat komunikasi via WhatsApp yang menunjukkan adanya aktivitas distribusi konten asusila.
“Kami melibatkan ahli bahasa dan tim IT forensik untuk menganalisis setiap konten yang beredar di grup tersebut. Hasilnya, jelas melanggar ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi,” tegas Wahyu.
Pasal yang dikenakan terhadap para pelaku antara lain Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang distribusi konten melanggar kesusilaan, serta Pasal 29 UU Pornografi. Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp. 1 miliar.
Kepolisian turut mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial, terlebih dalam bergabung atau membuat grup daring yang berpotensi melanggar hukum dan norma sosial.
“Era digital bukan berarti bebas nilai. Kami berharap masyarakat, khususnya pengguna media sosial, bijak dalam berinteraksi dan tidak ragu melaporkan aktivitas mencurigakan kepada kepolisian,” tambah Wahyu.
AKBP Wahyu juga menegaskan komitmennya, untuk terus memantau ruang digital melalui kerja sama lintas instansi dan pelibatan masyarakat sipil.
Penindakan terhadap grup seperti ini, menurutnya, merupakan bagian dari upaya menjaga ruang siber yang bersih dan aman.
Kasus ini memicu reaksi keras dari sejumlah elemen masyarakat, termasuk aktivis perlindungan anak dan lembaga pemantau konten internet.
Mereka mengapresiasi tindakan cepat aparat, namun juga menyoroti perlunya edukasi digital yang lebih masif di tingkat akar rumput.
“Kejadian ini memperlihatkan bahwa literasi digital kita masih minim. Edukasi kepada generasi muda dan orang tua harus ditingkatkan agar ruang daring tidak menjadi tempat subur penyimpangan,” ujar Ratih Widyaningrum, pengamat media sosial dan aktivis perlindungan anak di Surabaya.
Saat ini, kedua tersangka masih menjalani pemeriksaan lanjutan di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak.
Polisi juga membuka kemungkinan adanya tersangka lain, seiring pendalaman atas anggota grup yang terlibat aktif menyebarkan konten terlarang.
Pihak kepolisian mengonfirmasi akan segera mengajukan berkas perkara ke kejaksaan dalam waktu dekat.
“Kami tidak akan berhenti pada dua tersangka ini saja. Siapapun yang terbukti ikut menyebarkan atau memfasilitasi penyebaran konten asusila akan kami proses sesuai hukum,” pungkas AKBP Wahyu Hidayat.













