Demikian pula dengan surplus neraca perdagangan pada September 2021 yang masih kuat, tercatat USD4,37 miliar, ditopang oleh kinerja ekspor yang tumbuh 47,6 persen (yoy), sementara impor tumbuh 40,3 persen (yoy). Posisi cadangan devisa tercatat USD146,9 miliar, jauh di atas standar batas kecukupan internasional.
Kinerja APBN

Menguatnya kinerja ekonomi nasional telah mendorong berlanjutnya peningkatan kinerja APBN. Per September 2021, penerimaan negara mencapai Rp1.354,8 triliun (77,7 persen dari target), tumbuh kuat sebesar 16,8 persen (yoy), ditopang oleh meningkatnya penerimaan perpajakan, kepabeanan dan cukai (BC) dan PNBP.
Peningkatan penerimaan negara itu seiring dengan pemulihan aktivitas ekonomi, peningkatan ekspor impor, dan tren kenaikan harga komoditas. Lantas bagaimana dengan realisasi belanja negara? Hingga September 2021, realisasinya mencapai Rp1.806,8 triliun (65,7 persen dari pagu), tumbuh minus 1,9 persen (yoy), lebih rendah dari tahun lalu 15,5 persen (yoy).
Realisasi belanja, diakui Sri Mulyani, masih belum optimal khususnya untuk komponen belanja non-K/L dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang masih mengalami perlambatan. Namun pembiayaan investasi tumbuh signifikan sebesar 172 persen.
Realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp1.265,3 triliun (64,7 persen dari pagu), tumbuh 4,4 persen (yoy), menurun dari tahun lalu 21,2 persen (yoy). Penurunan ini sebagai dampak dari belanja non-K/L karena di periode yang sama pada 2020 terdapat pembayaran kompensasi.
Belanja K/L tumbuh 16,1 persen (yoy), terdiri dari belanja modal tumbuh 62,2 persen (yoy) untuk pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta pengadaan peralatan dan belanja barang tumbuh 42,4 persen (yoy) untuk mendukung akselerasi program PEN dalam pelaksanaan vaksinasi, klaim perawatan, bantuan upah, dan bantuan usaha mikro.








