Menu

Mode Gelap

PERISTIWA

Pendidikan Keterampilan Kerja dan Wirausaha: Jawaban untuk Tantangan Pasar Tenaga Kerja

LOGOS TNbadge-check


					Sumber Google image Program Perioritas PKK dan PKW 2025 Perbesar

Sumber Google image Program Perioritas PKK dan PKW 2025

Oleh: Wiriadi Sutrisno

transnews.co.id – Dalam decade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam sektor ketenagakerjaan. Tingkat pengangguran terbuka yang masih tinggi, ironisnya, terutama dari kalangan lulusan SMK dan perguruan tinggi.

Sementara dunia usaha dan dunia industri (DUDI) terus berkembang dan berubah, lulusan lembaga pendidikan kita justru belum sepenuhnya siap bersaing. Ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan lapangan kerja menjadi persoalan utama (tidak terjadi link and match).

Sehingga kondisi ini mengakibatkan  dketidaksiapan angkatan kerja muda dengan bekal pendidikan dan keterampilan. Hal ini disebabkan kualifikasi pendidikan dan kompetensinya relatif rendah sehingga mengakibatkan angka pengangguran semakin tinggi Pada Februari 2025,  tingkat pengangguran dari lulusan pendidikan tinggi, termasuk Diploma IV, S1, S2, dan S3, mencapai 13,89%.

Angka ini naik dibandingkan Februari 2024 yang sebesar 12,12%. Sementara itu, lulusan SMA menyumbang angka pengangguran tertinggi, yaitu 28,01%.  Berikut adalah rincian distribusi pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi pada Februari 2025, yakni  SMA: 28,01%, SMK: 22,37%,  SD ke bawah: 17,09%, SMP: 16,20%, Diploma IV, S1, S2, dan S3: 13,89%, Diploma I, II, dan III: 2,44% (Tempo.co).  Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan pendidikan tinggi antara lain:

Kelebihan pasokan lulusan:

Terkadang, jumlah lulusan dari suatu bidang studi melebihi kebutuhan pasar kerja.

Kesenjangan kompetensi:

Keterampilan yang diajarkan di perguruan tinggi mungkin tidak selalu sesuai dengan     kebutuhan industry,  Peroses Pembelajaran yang longgar (dibeberapa PT Swasta), yang cendrung meluluskan mahasiswanya dengan mudah, tanpa memperhatikan kualitas yang dimiliki, Kompetensi Pengampu dalam menjalankan tugas belajar (dibeberapa PT Swasta)  relatif lemah

Kondisi ekonomi:

Krisis ekonomi atau perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan berkurangnya lapangan kerja.

Struktur ekonomi:

Ekonomi yang cenderung oligopolistik dan monopolistik dapat menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.  Oleh karena itu, penting untuk mengatasi kesenjangan ini melalui peningkatan kualitas pendidikan, penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan industri, serta upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Menjawab Tantangan Zaman

Di tengah situasi seperti ini ini, pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Vokasi telah mendorong berbagai program yang bertujuan menyiapkan generasi muda dengan keterampilan kerja dan wirausaha yang relevan. Pendidikan tidak bisa lagi bersifat normatif dan teoritis semata.

Ia harus berubah menjadi wahana pembentukan karakter produktif, kreatif, serta mampu bertahan dan bersaing dalam dunia kerja yang kompetitif. Pendidikan keterampilan kerja dan kewirausahaan adalah salah satu jawabannya.

Program ini bukan hanya tentang membekali siswa dengan kemampuan teknis atau praktik kerja. Lebih jauh dari itu, program ini harus menanamkan pola pikir adaptif, berani mencoba, dan mampu membaca peluang.

Menjawab tantangan ini, pada tanggal 15 Juni 2025, bertempat di Gedung E Lantai 6, Kompleks Kemendikbud, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) Wikan Sakarinto meluncurkan program “Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Program Kecakapan Wirausaha (PKW)” secara virtual, pada Senin (15/6).

Acara peluncuran program tersebut dihadiri oleh 1.000 orang perwakilan dari dinas pendidikan kabupaten/kota, LKP, DUDI, SKB, PKBM, SMK, Poltek, P4TK, organisasi mitra, lembaga sertifikasi, HIPKI, FP-LKP, dan HISPPI dari seluruh Indonesia.

Ptl. Direktur Kursus dan Pelatihan Wartanto menjelaskan, PKK adalah sebuah program kursus dan pelatihan yang bertujuan untuk menyiapkan SDM terampil, berkarakter, berdaya saing, dan siap kerja. Sedangkan PKW adalah program kursus dan pelatihan yang bertujuan untuk menyiapkan SDM terampil, berkarakter, berdaya saing, dan siap merintis usaha baru.

“Kedua Program tersebut diperuntukkan bagi anak usia sekolah dan tidak sekolah (15-30 tahun), dan merupakan sinergi antara lembaga kursus dan pelatihan (LKP) dengan dunia usaha/dunia industri dalam meningkatkan keterserapan lulusan,” jelas Wartanto.

Selanjutanya disampaikan Pendanaan Prioritas Ditjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Dokumen Rapat Kerja Kemdikdasmen dengan Komisi X DPR RI)

Tujuan Utama Program Tujuan dari pendidikan keterampilan kerja dan kewirausahaan adalah untuk:

  • Mempersiapkan lulusan agar langsung siap kerja, sesuai kebutuhan industri saat ini dan masa depan.
  • Mengurangi angka pengangguran lulusan SMK dan perguruan tinggi melalui keterampilan praktis dan pengalaman lapangan.
  • Mendorong munculnya wirausahawan muda, terutama dari kalangan generasi produktif yang dapat membuka lapangan kerja baru.
  • Meningkatkan relevansi pendidikan dengan dinamika ekonomi global dan lokal.

Komponen Program yang Kuat dan Adaptif

Untuk mencapai tujuan tersebut, program pendidikan keterampilan ini perlu mengandung komponen-komponen berikut:

  • Kurikulum berbasis kompetensi, yang dirancang bersama dengan pelaku industri dan pelaku usaha.
  • Metode pembelajaran praktik langsung (learning by doing), bukan hanya ceramah dan teori di kelas.
  • Magang industri yang serius, dengan standar dan evaluasi ketat, bukan sekadar formalitas.
  • Pengembangan soft skills, seperti kemampuan komunikasi, etika kerja, manajemen waktu, dan kepemimpinan.
  • Pengenalan kewirausahaan sejak dini, melalui proyek usaha nyata yang dijalankan oleh siswa.

Penting untuk menekankan bahwa program ini bukan hanya tanggung jawab sekolah atau kampus, tapi perlu dukungan ekosistem  pemerintah, dunia industri, dunia usaha, dan masyarakat.

Peran Lembaga Pendidikan Formal dan Nonformal

Sekolah dan perguruan tinggi harus menjadi pusat pembelajaran yang lincah dan terbuka terhadap perubahan. Namun demikian, lembaga pelatihan nonformal, seperti Balai Latihan Kerja (BLK), kursus keterampilan, dan komunitas wirausaha lokal juga perlu diperkuat.

Mereka bisa menjadi jalur cepat bagi anak-anak muda yang tidak sempat atau tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan formal. Lebih jauh lagi, pendidikan keluarga dan lingkungan sosial juga memegang peran penting. Sikap kerja, etos usaha, serta semangat mandiri seharusnya mulai ditanamkan sejak dini di rumah dan masyarakat.

Tantangan dan Solusi

Tantangan utama dalam pelaksanaan program ini adalah:

  • Ketimpangan fasilitas antar daerah, khususnya antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
  • Kualitas dan kesiapan guru/instruktur, yang belum seluruhnya mengikuti perkembangan teknologi dan industri terbaru.
  • Budaya pendidikan kita yang masih berorientasi pada ijazah, bukan keterampilan nyata.
  • Kurangnya kemitraan yang sinergis dengan dunia industri.

Untuk itu, beberapa solusi dapat dilakukan:

  • Pemerintah perlu mendorong revitalisasi SMK dan kampus vokasi secara menyeluruh, termasuk pelatihan guru dan penyediaan peralatan modern.
  • Insentif bagi industri yang bersedia menjadi mitra pendidikan, termasuk dalam program pemagangan dan mentoring.
  • Gerakan nasional kewirausahaan muda, yang mendorong generasi muda untuk mulai berani berusaha, bahkan sejak bangku sekolah.

Rekomendasi Kebijakan

Sebagai mantan dosen dan pemerhati pendidikan, saya mengusulkan beberapa langkah kebijakan strategis:

  • Integrasi kuat antara pendidikan dan dunia kerja melalui mekanisme link and match berbasis perjanjian kerja sama formal.
  • Peningkatan status pendidikan vokasi secara sistemik, termasuk insentif karier bagi lulusan vokasi yang berprestasi.
  • Penerapan sertifikasi kompetensi nasional yang terstandar, diakui industri, dan bersifat lintas sektor.
  • Pemberdayaan pelaku lokal dan UMKM sebagai mitra pendidikan wirausaha di tingkat akar rumput.
  • Pemberian modal usaha awal atau inkubasi bisnis untuk lulusan pendidikan keterampilan yang menunjukkan kesiapan dan potensi.

Penutup

Pendidikan keterampilan kerja dan kewirausahaan adalah jalan strategis untuk menyelamatkan generasi muda dari jebakan pengangguran terdidik. Sudah waktunya kita mengubah orientasi pendidikan dari sekadar menghasilkan sarjana menjadi pencipta lapangan kerja.

Dalam dunia yang terus bergerak cepat, hanya mereka yang memiliki keterampilan dan keberanian berinovasi yang akan mampu bertahan. Maka, mari kita dukung bersama gerakan pendidikan keterampilan ini bukan sekadar program pemerintah, tetapi sebagai gerakan nasional demi masa depan bangsa yang lebih mandiri, produktif, dan sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

Bupati Sidoarjo Subandi Sidak Proyek Betonisasi dan Pembangunan Jembatan di Kecamatan Taman

14 Desember 2025 - 20:48

Bupati Sidoarjo Subandi Sidak Proyek Betonisasi dan Pembangunan Jembatan di Kecamatan Taman

Gubernur Khofifah : Peran Strategis Perhumas Perkuat Persatuan Bangsa dan Daya Saing Indonesia di Tingkat Global

14 Desember 2025 - 19:11

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (kanan), saat menerima cindera mata dari Ketua PERHUMAS Pusat Boy Kelana Soebroto (kiri) dalam acara Konvensi Humas Indonesia 2025 di Surabaya, Sabtu (13/12/2025).

Project Waste2Worth dan Risaikuru Ajak Siswa National Global School Asah Jiwa Ecopreneur

13 Desember 2025 - 01:01

Project Waste2Worth dan Risaikuru Ajak Siswa National Global School Asah Jiwa Ecopreneur

Ketua Panitia Munas SWI 2026 Tinjau Lokasi Kegiatan 10.000 Relawan Peduli Lingkungan

13 Desember 2025 - 00:30

Ketua Panitia Munas SWI 2026 Tinjau Lokasi Kegiatan 10.000 Relawan Peduli Lingkungan