Seminar Remembering Kashmir Carnage of October 1947: Kashmir dari Konflik Berat Menuju Damai

JAKARTA, transnews.co.id || Pada tanggal 22 Oktober 1947, Kashmir menyaksikan sebuah titik balik yang mengerikan ketika sekelompok milisi Pasthun melancarkan operasi yang menyebabkan jatuh korban dalam jumlah besar.

Kisah konflik 76 tahun lalu yang menyebabkan korban besar ini menjadi pelajaran penting bagi Kashmir.

Wilayah Kashmir kini menjadi damai ditandai berkurangnya kekerasan di Kashmir dan adanya dialog dari berbagai pihak di kawasan ini.

Demikian salah satu benang merah dalam Seminar International Remembering Kashmir Carnage of October 1947 yang digelar Prodi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bekerja sama dengan Sahabat India di Indonesia, Selasa (24/10) di gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UMJ, Jakarta.

Seminar ini menghadirkan tiga pakar dari India yang berbicara secara virtual Lt. Gen. (ret) Sanjay Kulkarni, Mantan Komandan Infantri Angkatan Bersenjata India, Utpal Kaul dari International Coordinator of Global Kashmiri Pandit Diaspora (GKPD) dan Ashwani Kumar Chrangoo, Jammu and Kashmir.

Sementara, empat pembicara dari Indonesia yakni Ali Noer Zaman MA dan Debbie Affianty M.Si dari Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Muhammadiyah.

Kemudian, Veeramalla Anjaiah, dan Lia Nathalia yang keduanya pernah menjadi wartawan senior Jakarta Post. Dan Moderator Asep Setiawan Dosen FISIP UMJ.

Lt. Gen. (ret) Sanjay Kulkarni, Mantan Komandan Infantri Angkatan Bersenjata India menggambarkan bagaimana kesulitan yang dialami di Kashmir setelah India Merdeka dari Inggris pada 76 tahun lalu.

baca juga :   Panglima TNI Hadiri Halal Bihalal Muhammadiyah di UMJ

Bulan Oktober di Kashmir menyaksikan adanya kerusuhan, penjarahan dan bahkan pelanggaran HAM yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

Hal itu antara lain disebabkan adanya pendorong kerusuhan yang mengakibatkan kesulitan yang dialami oleh warga Kashmir.

“Namun demikian Maharaja Hari Singh yang menjadi penguasa di Jammu dan Kashmir pada 26 Oktober 1947 bergabung dengan India.” terangnya.

Sementara itu, Utpal Kaul dari International Coordinator of Global Kashmiri Pandit Diaspora (GKPD) dari Kashmir menjelaskan peristiwa tahun 1947 itu yang menyebabkan banyak korban.

Utpal menyebut terjadinya penjarahan. Kisah kelam Kashmir itu, jelas Utpal, menyebabkan meninggalnya 35.000 orang. Namun masa lalu yang berat itu sudah lewat dan Kashmir mengalami kemajuan berarti.

“Sekarang terdapat 13 Universitas di Kashmir. Selain itu banyak warga Kashmir sukses seperti menjalani profesi dokter yang luar biasa prestasinya.” ungkap Utpal

Sementara itu Veeramalla Anjaiah, mantan wartawan Jakarta Post, menjelaskan setelah Penguasa J&K, Raja Hari Singh meminta bantuan India dan menandatangani perjanjian aksesi pada tanggal 26 Oktober 1947, Pasukan India memasuki J&K, yang kini secara hukum merupakan bagian dari India, pada tanggal 27 Oktober 1947 dan ini membebaskan wilayah Jammu, Kashmir dan Ladakh.

Veeramalla menambahkan, Pakistan mampu mempertahankan otoritasnya di wilayah yang sekarang disebut Pakistan Occupied Kashmir (POK) atau Azad Kashmir (Kashmir Merdeka) dan juga wilayah Gilgit-Balitistan setelah pembentukan Garis Kontrol (LOC), yang memisahkan sisi Kashmir yang diduduki oleh India dan Kashmir yang diduduki oleh Pakistan.

baca juga :   Panglima TNI Hadiri Halal Bihalal Muhammadiyah di UMJ

Dosen Program Studi Ilmu Politik Debbie Affianty menjelaskan, pembangunan perdamaian di Jammu dan Kashmir meliputi langkah-langkah pembangunan kepercayaan di tingkat negara antara pemerintah India dan Pakistan, diplomasi second track, serta inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh LSM, lembaga dan individu.

“Tujuan dari pembangunan perdamaian di J & K termasuk pencegahan konflik dan pengurangan permusuhan di Lembah Kashmir. Negara-negara lain seperti Rusia, Amerika Serikat dan Cina juga telah memainkan peran de-eskalasi sehubungan dengan ketegangan di wilayah ini.” kata Debby dalam paparanya.

Menurut Debbie, dalam upaya untuk menciptakan lingkungan yang damai dan meningkatkan pembangunan ekonomi, pemerintah India memutuskan untuk menghapus Pasal 370 dan Pasal 15 dari Konstitusi pada tanggal 5 Agustus 2019. Jammu dan Kashmir setara dengan semua negara bagian dan wilayah persatuan lainnya.

“Dengan status baru, J&K telah bergerak ke arah yang benar selama empat tahun terakhir. Kerusuhan sipil dan serangan teroris telah menurun secara drastis.” terangnya.

Pemerintah, tambah Debby, telah mengalokasikan lebih banyak dana untuk pembangunan infrastruktur di berbagai bidang. Lebih banyak pekerjaan juga telah diciptakan melalui berbagai proyek.

“Menjelang ulang tahun keempat dari pencabutan Pasal 370 dan Pasal 35 A oleh pemerintah PM Modi, data menunjukkan adanya peningkatan yang nyata dalam lingkungan keamanan secara keseluruhan selain dari peningkatan infrastruktur jalan raya dan infrastruktur ekonomi yang signifikan di Wilayah Kesatuan Jammu dan Kashmir (J&K).” tambahnya.

baca juga :   Panglima TNI Hadiri Halal Bihalal Muhammadiyah di UMJ

Debby mencatat, serangan granat sebelum Pasal 370 dicabut, wilayah ini menyaksikan 162 serangan granat. Jumlah ini telah turun menjadi 138 pasca pencabutan, sebuah penurunan sebesar 15 persen, yang menunjukkan dampak positif terhadap keamanan publik.

Selain itu, soal jumlah ledakan mencapai 19 kali sebelum dan sesudah penghapusan. Jumlah tersebut tidak meningkat ke angka yang baru menunjukkan langkah-langkah keamanan yang lebih baik, pengumpulan intelijen, dan pendekatan yang lebih baik terhadap kontra-terorisme.

“Indikator lainnya, korban jiwa akibat ledakan telah berkurang secara signifikan dari 57 orang pada periode sebelum 370 menjadi 13 orang pada periode setelah 370 – sebuah penurunan sebesar 77 persen.” jelas Debbie

Seminar internasional ini dihadiri sekitar 128 peserta mahasiswa dan dosen serta secara langsung dan ditayangkan di You Tube Channel FISIP UMJ. Didukung Kaprodi Ilmu Politik Dr Usni M.Si dan Kaprodi Magister Ilmu Politik Lusi Andriyani M.Si.***

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/ atau berita tersebut di atas, Silahkan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com