DEPOK, transnews.co.id – Revisi UU Pemilu adalah isu yang sedang hangat dipusaran pemilu, dan tidak sedikit yang membahasnya melalui forum diskusi.
Untuk meningkatkan kualitas pemilu, maka di Indonesia ada tiga lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tapi faktanya semakin banyak lembaga penyelenggara pemilu, semakin turun juga kualitas demokrasi di Negeri ini. Hal itu disampaikan Yusfitriadi Founder Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) dalam acara diskusi media mengawal Revisi UU Pemilu: Efisiensi dan Parpol dan Penyelenggara Pemilu di Sekretariat LS Vinus Kota Depok, (10/06/2025).

Yusfitriadi juga selalu membahas terkait revisi UU Pemilu, menurutnya apakah kemudian nanti bisa menjadi bahan pertimbangkan atau tidak, yang pasti akan terus menyuarakan dan berikhtian untuk memberikan kontribusi ke depan terhadap pemilu.
“Kami memilih jalan memberikan masukan terhadap Revisi Undang-undang pemilu dengan berbagai macam cara diantaranya diskusi seperti ini, kita sudah sering membahas revisi uu pemilu sudah sering juga tulisan-tulisan kita beredar terkait dengan revisi uu pemilu,”
“Tapi apakah kemudian ini juga menjadi bahan pertimbangan atau tidak, yang pasti kita terus berikhtiar bagaimana memberikan kontribusi yang terbaik agar ke depan pemilu bisa lebih baik tentunya,” ucapnya.
Lebih lanjut Yusfitriadi mempunyai empat alasan terkait kenapa UU Pemilu harus direvisi,
“Saya mempunya empat alasan kenapa uu pemilu harus direvisi, yang pertama pemilu dan pemilihan atau pilkada dilakukan secara serentak di Tahun yang sama sehingga undang-undang yang ada skemanya itu ketika pemilu dan pilkada dipisah,”
“Karena ketika pemilu dan pilkada disatukan di Tahun yang sama tentunya harus ada perubahan secara signifikan terkait dengan penyelenggaraan pemilu. contoh ketika pemilu dan pilkada disatukan berarti KPU hanya bekerja dua tahun, padahal masa jabatannya lima tahun, terus tiga tahun lagi mengerjakan apa?”
“Lalu yang kedua adalah demokrasisasi internal partai, yang ini sangat menggaduhkan. contoh misalnya, partai itu dalam konteks peran pengkaderan seakan-akan tidak berjalan, selanjutnya yang ketiga adalah ancaman, intimidasi atau tekanan terhadap penyelenggara pemilu, ini problem dari mulai rekruitmen sampai pada pelaksanaan. dengan demikian penyelenggara KPU sudah tidak bisa lagi dikatakan independen”
“Dan yang terakhir kualitas pemilu, di Indonesia penyelenggara pemilu itu unik karena tidak pernah kita temukan di Negera manapun, ada tiga penyelenggara pemilu ada KPU, BAWASLU, dan ada DKPP. Kita paham harapannya adalah untuk menjadikan pemilu berkualitas, tetapi faktanya semakin banyak lembaga penyelenggara pemilu semakin turun juga kualitas demokrasi di Negeri ini. Artinya tiga lembaga penyelenggara pemilu tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas pemilu,” jelasnya.
Acara diskusi yang dipandu oleh Jihan Lutfiyah tersebut juga dihadiri oleh narasumber lainya, Ray Rangkuti dari Lima Indonesia, Jeirry Sumampow dari TePi Indonesia, dan juga beberapa rekan dari media dan lembaga studi Vinus Kota Depok. Acara dilanjutkan dengan nobar pertandingan timnas Indonesia menghadapi Jepang.













