Pencipta Selawat Badar Dapat Penghargaan Presiden

Reporter: HADI M
Editor: DM

BANYUWANGI, transnews.co.idPresiden Joko Widodo menganugerahkan kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada mendiang KH. Ali Manshur di Istana Negara, Jakarta Pusat. Penghargaan tersebut atas dedikasi Ali Manshur menciptakan Selawat Badar semasa tinggal di Banyuwangi pada medio 1959-1967. Selasa (20/8/2024).

Penghargaan tersebut diterima langsung oleh putra sulungnya, KH Ahmad Syakir Ali dan putra bungsunya, Gus Saiful Islam. Penghargaan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 107/TK/TH 2024 Tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan penganugerahan tersebut mengaku bangga atas hal tersebut.

BACA JUGA :  Plt. Bupati Sidoarjo Ajak Masyarakat Amalkan Nilai-nilai Pancasila

“Selawat Badar ini punya ikatan kuat dengan Banyuwangi. Sebagai warga Banyuwangi, kami turut bangga atas penganugerahan ini,” ungkap Ipuk. “InsyaAllah Banyuwangi turut mendapat berkah dari selawat Badar yang diciptakan Kiai Ali Manshur semasa beliau di Banyuwangi,” imbuh Ipuk.

Di Banyuwangi sendiri, lanjut Ipuk, juga mulai bermunculan landmark-landmark yang berkaitan dengan Selawat Badar. Seperti di destinasi wisata Banyuwangi Theme Park yang di dalamnya juga memuat konten tentang historisnya.

“Ke depan tentu perlu didorong lebih banyak lagi untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa selawat tersebut diciptakan di Banyuwangi,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kunjungan Kerja ke Sumenep, Presiden Resmikan Bandara dan Kunjungi Pasar Tradisional

KH Ahmad Syakir Ali, putera KH Ali Manshur, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berinisiatif dan bekerja keras untuk memberikan perhatian pada Selawat Badar dan proses penciptaannya.

Kabupaten Banyuwangi, menurut Syakir, merupakan salah satu pihak yang turut mendorong karangan ayahandanya tersebut bisa lahir. “Sedikit banyak tentu terinspirasi oleh Banyuwangi,” ujarnya.

Hal tersebut, dibenarkan oleh Ayung Notonegoro. Penulis buku “Selawat Badar: dari Banyuwangi untuk Dunia” itu mengungkapkan teks itu mencerminkan kondisi sosio-politik di Banyuwangi pada masa Orde Lama. Saat itu, kontestasi politik merambah berbagai bidang, tak terkecuali seni-budaya.

BACA JUGA :  BBWS Brantas Bangun Embung Rp19,9 Miliar di Kabupaten Malang

“NU Banyuwangi menyebarluaskan Selawat Badar yang aransemennya rancak dan penuh semangat sebagai dinamika situasi saat itu,” tandas Ayung.

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *