Ini Strategi Pemerintah Cegah Klaster Covid-19 saat PTMT

Jakarta, Transnews.co.id – Sejak akhir Agustus 2021, seiring mulai melandainya jumlah kasus konfirmasi Covid-19, pemerintah mengizinkan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas digelar di sekolah pada wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan (PPKM) Level 1-3.

Konsekuensinya, pihak pemerintah daerah, sekolah dan orang tua harus mengikuti sejumlah aturan sesuai Surat Keputusan Bersama Empat Menteri yakni, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Agama (Menag) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.

Setelah berlangsung selama empat minggu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan MendikbudristekNadiem Anwar Makarim untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

“Pemerintah akan berkonsentrasi melakukan dua strategi pengendalian Covid-19 yang sifatnya di sisi hulu, yaitu strategi protokol kesehatan (perubahan perilaku atau 3M) dan strategi deteksi dengan surveilans atau 3T,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers usai Rapat Terbatas (Ratas) Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), secara virtual dari Jakarta, Senin (27/9/2021) sore.

Ketika strategi surveilans (3T atau deteksi dini) berhasil. Menurut Menteri Budi, strategi ini akan direplikasi ke aktivitas perdagangan, aktivitas pariwisata, aktivitas keagamaan, aktivitas transportasi, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Menkes menyampaikan bahwa strategi surveilans di satuan pendidikan dimulai secara masif sejalan dengan PTM terbatas yang harus dilakukan untuk menekan kerugian jangka panjang bagi peserta didik.

baca juga :   Kapolresta Sidoarjo Tinjau Langsung Vaksinasi Booster bagi Lansia di Mapolresta Sidoarjo

“Kita sadar bahwa kita harus melakukan/mulai pembelajaran tatap muka ini karena banyak long term disbenefit kalau kita tunda, makanya kita fokus sekali melakukan advanced surveillance untuk khususnya aktivitas (pembelajaran) tatap muka ini,” ujarnya.

Lebih lanjut Budi menerangkan, pemerintah akan secara aktif mencari kasus dengan tujuan deteksi di satuan pendidikan dengan menggunakan metode sampling. “Kita tentukan di tingkat kabupaten/kota, berapa jumlah sekolah yang melaksanakan tatap muka. Dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling, kemudian dari 10 persen ini kita bagi alokasinya berdasarkan kecamatan. Jadi kecamatan mana yang banyak sekolahnya otomatis dia akan lebih banyak (sampel),” terangnya.

Menkes menambahkan, sampling berdasarkan kecamatan itu dilakukan karena para epidemiolog menyampaikan bahwa penularan lebih berpotensi terjadi antarkecamatan dan karena itu wilayah epidemiologis per kecamatan harus dimonitor dengan ketat. Selanjutnya, terang Budi, pemerintah akan melakukan tes PCR kepada 30 orang siswa dan 3 orang pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk setiap sekolah yang rutin dilakukan minimal satu kali per bulan.

“Nanti kita akan lihat (hasilnya), sekolah-sekolah yang ada kasus positif tapi di bawah satu persen positivity rate-nya, normal saja. Kita cari kontak eratnya, yang positif Covid-19 dikarantina, yang kontak erat kita isolasi, kemudian sekolahnya tetap berjalan,” terangnya.

Namun jika hasil pengujian menunjukkan positivity rate-nya antara 1-5 persen, maka pemerintah akan melakukan tes terhadap semua anggota rombongan belajar dan mereka akan dikarantina, sementara PTM terbatas tetap berjalan. Namun, tingkat positivity rate di atas 5 persen, maka seluruh sekolah akan dites. Sebab ada potensi sekolah itu menjadi sumber penularan.

baca juga :   Gubernur Jabar: PTM Jabar Sesuai Intruksi Pusat

“Sekolahnya kita ubah menjadi online dulu, menjadi daring dulu selama 14 hari. Sambil kita rapiin, kita bersihkan, protokol kesehatannya mungkin mesti diperbaiki, di-review kembali oleh timnya Pak Nadiem dan dinas kesehatan,” tegas Budi.

Menurut Menkes, langkah tersebut memastikan bahwa surveilans dilakukan di level yang paling kecil. Jika terbukti ada penularan masif maka hanya sekolah yang bersangkutan yang akan ditutup, sedangkan sekolah dengan protokol kesehatan (prokes) yang baik akan tetap melakukan PTM terbatas.

Tidak Ada Klaster PTM Terbatas

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim meluruskan sejumlah kesalahpahaman terkait isu klaster pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas yang saat ini beredar di masyarakat. Miskonsepsi pertama, adalah isu mengenai adanya klaster penularan akibat PTM terbatas yang mencapai 2,8 persen satuan pendidikan dalam satu bulan terakhir.

“Angka 2,8 persen itu adalah data kumulatif sejak Juli 2020, bukan data per satu bulan,” ujar Nadiem.

Kedua, penularan Covid-19 belum tentu terjadi di satuan pendidikan. Bisa saja terjadi di rumah atau dalam perjalanan. Nadiem menuturkan, persentase tersebut bukan data klaster melainkan data jumlah sekolah yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular Covid-19 sebelum PTM terbatas dibuka.

baca juga :   Kodim 1015 Sampit Gelar Vaksinasi Covid-19 Masal

“Angka 2,8 persen dari sekolah yang dilaporkan oleh sekolahnya ada yang (terkena) Covid-19, itu pun belum tentu mereka melaksanakan PTM,” ujarnya.

Ketiga, isu mengenai 15 ribu murid dan tujuh ribu guru yang terkonfirmasi positif selama PTM terbatas. Nadiem menegaskan bahwa data tersebut berasal dari satuan pendidikan yang belum diverifikasi.

“Itu berdasarkan laporan data mentah yang ternyata banyak sekali error-nya. Contohnya, banyak sekali yang melaporkan jumlah positif Covid-19 melampaui daripada jumlah murid di sekolah–sekolahnya,” ungkapnya.

Mendikbudristek menegaskan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Kemenkes untuk meningkatkan pengendalian Covid-19 di satuan pendidikan.

Ke depan, Menteri Nadiem meyakini, data yang akan diperoleh akan lebih valid dan tepat sasaran serta tidak merugikan. Strategi kedua, adalah integrasi aplikasi PeduliLindungi dan implementasinya di satuan pendidikan.

Sejauh ini sudah 40 persen dari seluruh sekolah yang memenuhi syarat melaksanakan PTM terbatas dari jenjang PAUD, SD, madrasah, dan pesantren.

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/ atau berita tersebut di atas, Silahkan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com