Kapusluh: Akselerasi Pembangunan Pertanian Organik Butuh Peran Penyuluh

Surakarta, Transnews.co.id – Pembangunan pertanian dapat dicapai dengan adanya peningkatan produktivitas. Salah satunya faktor pengungkitnya adalah pengembangan SDM Pertanian.

Hal inilah yang kini tengah dimasifkan Kementerian Pertanian melalui program bernama Integrated Participatory Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP).

IPDMIP dirancang untuk mewujudkan pembangunan pertanian di Indonesia dengan sasaran untuk mencapai swasembada pangan, melalui meningkatkan produktivitas komoditas pada lahan irigasi. Dan esensinya adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani serta ekspor komoditas pertanian.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Kementan, Busatnul Arifin saat acara bertajuk ‘Bimbingan Teknis Pertanian Organik Bagi Petani dan Penyuluh di Lokasi IPDMIP’ Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (25/11).

Menurutnya, pembangunan pertanian dihadapkan pada tantangan yang cukup kompleks. Yakni adanya dampak perubahan iklim yang akan berbengaruh terhadap produksi dan produktivitas hasil pertanian, krisis energi dan pangan dunia, hingga perkembangan pasar bebas yang menuntut adanya persaingan terhadap produk-produk pertanian.

“Semua ini diperlukan pendekatan yang komprehensif agar semua aktivitas pembangunan pertanian dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan agroklimat masing-masing daerah,” jelas dia.

“Termasuk kerjasam dengan civitas akademik seperti Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), ini langkah yang positif,” lanjut Bustanul.

Dia mengapresiasi program kerjsama pengembangan pertanian organik dengan lembaga yang dipimpinnya. Terlebih program tersebut sangat erat kaitannya dengan peningkatan kapasitas penyuluh dan petani di lokasi IPDMIP yang pada saat ini diimplementasikan dalam pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pertanian Organik.

BACA JUGA :  Digodok Lewat SL DI, Kualitas SDM Petani Soppeng Meningkat

“Bimtek Pertanian Organik bukan hanya diperuntukkan oleh petani dan penyuluh IPDMIP, tetapi juga para petani di lokasi desa binaan UNS. Bersama kegiatan ini, para petani di lokasi IPDMIP dan petani binaan UNS diharapkan dapat saling belajar dan bertukar pengalaman,” beber Bustanul.

Busatanul berharap melalui pemberdayaan petani dalam pengembangan pertanian organik, maka para petani dituntut dapat melaksanakan teknik budidaya pertanian yang berorientasi pada pemanfaatan bahan-bahan alami (lokal), tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis seperti pupuk dan pestisida.

“Menerapkan usaha tani secara organik berarti menyediakan produk pertanian yang sehat baik bagi produsen maupun konsumen dan menjaga kelestarian alam,” jelas Bustanul.

“Sehingga usaha tani dapat berlangsung secara berkelanjutan dari generasi ke generasi,” tambanya.

Dia mengingatkan kalau produk pertanian yang dihasilkan dari pertanian organik kandungan nutrisinya akan lebih baik karena tidak mengandung residu bahan kimia sintetis. “Semoga program pertanian organik seperti ini makin dimasifkan ke banyak daerah-daerah, sehingga bisa menambah daya tawar petani,” pungkasnya.

Hal senada diugkapkan Dekan Fakultas Pertanian UNS, Samanhudi. Dia optimis pengembangan pertanian organik ke depan akan sangat prospektif. “Tinggal bagaimana cara kita mengedukasi kepada para petani,” ujar dia.

Menurut Samanhudi, ada sejumlah kendala umum yang sering dihadapi pelaku budidaya pertanian organik. Misalnya para petani menilai penggunaan pupuk organik tidak secepat kimia, termasuk kecepatan dari pertumbuhan komoditasnya.

BACA JUGA :  Penyuluh Dibekali Kompetensi Jurnalistik, Pembangunan Pertanian Tak Bisa Lepas dari Media

“Ini yang harus kita edukasi. Panen dari pertanian organik itu luar biasa nilainya. Punya pasar dan kelas tersendiri,” jelas Samanhudi.

UNS sendiri, lanjut Samanhudi, memiliki desa binaan di kawasan Solo dan sekitarnya. Mereka memberikan pelatihan kepada para petani untuk mengembangkan sistem pertanian organik. “Komoditasnya beragam, ada tanaman pangan, hortikultura, sampai perkebunan,” lanjut dia.

Samanhudi berharap program seperti IPDMIP bisa memperkuat basis pengembangan pertanian di Indonesia. Dia mengapresiasi Kementan yang secara intensif menggandeng perguruan tinggi dalam rangka implementasi riset dan pengembangan keilmuan pertanian.

“Semisal IPDMIP, ini salah satunya targetnya adalah meng-upgrade skill penyuluh. Keberadaan mereka ini sangat penting dalam rangka menyampaikan hasil-hasil riset kami kepada para petani,” tegas dia.

“Tanpa mereka, riset hanya sekadar publikasi saja. Tidak optimal implementasinya,” tutup Samanhudi.

Sementara Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo optimis bahwa program IPDMIP dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat pedesaan, khususnya bagi petani dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan. Lewat IPDMIP, produktivitas pertanian terus meningkat, khususnya di daerah irigasi.

“Pendapatan petani harus terus naik sehingga kesejahteraan petani juga meningkat. Pertanian adalah emas 100 karat,” kata Mentan.

Dia menyampaikan jika produktivitas meningkat, pendapatan petani juga meningkat. “Kemampuan sumber daya manusia juga harus kita tingkatkan agar mereka bisa mengelola pertanian dengan baik,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Peningkatan Kapasitas SDM Faktor Pendorong Pertanian Menembus Batas

SYL-sapaannya- mengingatkan bahwa sektor pertanian adalah ‘emas 100 karat’. Menjanjikan dan tak pernah ingkar janji sehingga sangat prospektif untuk digeluti. “Terutama para pemuda dan milenial. Kita gerakan pertanian Indonesia, masa depan pertanian kita ada pada mereka,” ujar SYL.

Senada, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, menegaskan, “Program IPDMIP menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya di daerah irigasi sehingga pada akhirnya kesehatan petani bisa meningkat,” ungkap Dedi.

Menurutnya, IPDMIP harus berperan mendorong proses transformasi dari sistem pertanian tradisional menjadi modern. Untuk itu, SDM-nya harus digarap lebih dahulu.

“Mereka adalah petani, penyuluh, petani milenial melalui pelatihan,” kata Dedi.

Sistem pertanian tradisional, katanya, dicirikan oleh produktivitas yang rendah, penggunaan varietas lokal, dikerjakan secara manual atau dengan bantuan tenaga ternak. Sistem pertanian ini belum memanfaatkan mekanisasi pertanian serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

“Pertanian modern dicirikan masifnya varietas berdaya hasil tinggi, menerapkan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi era industri 4.0,” pungkasnya.(*)

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com

Pos terkait