13 Ribu Hektare Lahan Gunung Sumbing, Sindoro, dan Prahu Kritis

Temanggung, Transnews.co.id – Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Kabupaten Temanggung, Entargo Yutri Wardono mengatakan, saat ini kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Temanggung dinilai kritis. Kurang lebih ada 13.000 hektare lahan di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, Prahu masuk kategori kritis.

Oleh karena itu, mulai Desember 2021 ini, Pemerintah Kabupaten Temanggung dan berbagai elemen masyarakat akan menggalakkan gerakan konservasi.

Gerakan dengan nama Sabuk Gunung pun mendapat sambutan dari berbagai pihak, seperti GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, para aktivis lingkungan dan lain-lain.

baca juga :   Pemkab Temanggung Gandeng Seluruh Elemen Dalam Konservasi Lahan

“Lahan kritis di Kabupaten Temanggung itu ada 13.000 hektare. Lahan kritis itu merata di hampir semua wilayah, tapi paling besar ada di Gunung Sumbing, Sindoro, Prahu. Ada juga spot-spot di daerah kecamatan, meski tidak banyak,” katanya, di Temanggung, Rabu (1/12/2021).

Menurut Entargo, kerusakan paling menonjol, karena budi daya yang tidak ramah lingkungan. Sehingga lahan-lahan kritis, khususnya di lereng Gunung Sumbing, Sindoro, Prahu semakin banyak.

“Dampak dari kondisi 13.000 hektare lahan kritis ini adalah sudah teridentifikasi banyak mata air yang mulai mati dan berkurang debitnya. Sehingga hal ini yang menjadi perhatian kita, supaya mata air bisa kembali muncul seperti semula termasuk debitnya. Jadi semakin tahun itu semakin banyak permintaan bantuan air bersih ke desa-desa,” terangnya.

baca juga :   Wabup Garut: Setiap Lahan Kritis di Setiap Kecamatan Wajib Ditanami Pohon

Menurut Entargo, memang ada kontras ketika membicarakan konservasi dengan masifnya lahan pertanian, terutama di daerah resapan air. Sehingga perlu duduk bersama, sebab konservasi itu tidak bisa berdiri sendiri hanya Dinas Lingkungan Hidup saja.

“Jadi harus melibatkan semua pihak dan paling penting adalah masyarakat dan stakeholder lain supaya sesuai yang kita inginkan. Tantangannya memang begitu besar, sebab tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan tingkat keberhasilannya pun belum bisa dilihat dalam waktu setahun dua tahun, paling tidak lima, sampai sepuluh tahun baru kelihatan,” tandasnya.

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/ atau berita tersebut di atas, Silahkan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com