OPINI  

Manuver Politik Dalam Omnibus law

 

Oleh Maryono*

UNIKNYA BERPOLITIK. PKS dan Demoktat sempat keluar dari Panja RUU omnibus law, tetapi masuk lagi. Dan saat pembahasan perundangan di Dewan, PKS dan Demokrat juga tak banyak mengubah RUU Cipta Kerja, stay calm tidak reaktiv apalagi mendesak pencabutan.

Pada saat pengambilan keputusan di Badan Legislasi DPR, dua fraksi itu baru berubah sikap, menolak dan saat Rapat Paripurna DPR, juga menyatakan penolakannya bahkan Partai Demokrat walkout.

Sikap Demokrat dan PKS sebagai oposisi, lazim dalam negara demokrasi.
Perhitungan politik, memilih oposisi adalah pilihan. Berlawanan dengan pemerintah adalah kewajaran dalam berdemokrasi.

Hanya saja, oposisi diharapkan harus cerdas dalam mengkritisi kebijakan terkait UU Omnibus Law yang telah disahkan. Sikap maju mundur tunjukan keraguan atau kurang yakin apa yang diperjuangkan. Dan jangan disalahkan ada penilaian itu sikap pragmatis parpol.

Pada saat Presiden JKW jelaskan melalui media TV dan tersebar luas melalui jaringan media di Indonesia, rakyat melek apa yang terjadi.

Pemahaman yang detail tentang UU Omnibus law perlu menunggu Perpu, PP dan petunjuk teknis lainnya, tetapi setidaknya isu yang ada saat ini sudah dijawab Presiden.

Penjelasan Presiden yang sederhana mudah dicerna, manangkal kebohongan publik tentang Omnibus law UU Cipta kerja. Presiden telah memberikan pemahaman kepada masyaralat sehingga masyarakat seharusnya mewaspadai agenda politik atas kebohongan itu.

Belajar dari isu yang menimbulkan gejolak atau demo masa, parpol berharap menarik simpati rakyat untuk mendukungnya. Simpati itu mudah bisa didapatkan bila basis masa pendemo sama atau sejalan dengan ideologi partainya apalagi berbasis agama. Contoh gerakan 212 meningkatkan elaktibilitas parpol searas di pemilu.

Tetapi isu-isu yang dibangun atas dasar argumentasi yang kurang cerdas dapat jadi bumerang atau hujatan apalagi isu itu dikembangkan atas dasar kebohongan.

Demo terkait Omnibus Law, UU Cipta Kerja, jelas berhubungan dengan buruh. Ironisnya, beberapa peserta adalah pelajar atau orang-orang yang tidak tahu arah demonya.

Karakter buruh heterogen bahkan didalam serikat kerja mereka, bisa berbeda paham atas isu yang dihadapi serta peserta demo yang tidak jelas. Maka polarisasi atas peserta aksi demo itu menggabung ke parpol kecil sekali.

Kemungkinan yang terjadi bila Fraksi pendukung atau penolak Omnibus law di DPR tidak mampu menjawab isu yang berkembang atau dikembangkan maka reputasi mereka akan berimbas direputasi parpol di daerah yang berkoalisi sebagai partai pendukung di Pilkada. **

*Pendiri Barisan Independen Nasional

Loading

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/ atau berita tersebut di atas, Silahkan mengirimkan sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com